Lahewa, 23 Oktober 2007
Sepertinya angin tidak membawa pesanku pergi,
hujan kah yang memaksanya kembali?
Menggenang di pelupuk mimpi.
Tapi tersenyumlah,
aku masih ingin menatapmu, meski sia-sia rasaku.
Dear Luv,
(kenapa masih kulayangkan surat ini untukmu? Bukankah aku sudah berpamitan padamu?)
Apa kabar?
Sepenggal sapamu tertinggal di kotak pesan, the only word that calms my restless soul down, your simply "hey". Your magic word makes me missing you. Seperti kurindukan dia yang kini berhenti (mungkin) bersinar untukku. Bagaimana harus kukatakan, selain tersenyum pada beningnya embun pagi yang memantulkan sinarnya. Menangis pun percuma, matahari tdk lagi menyapa. Ah mungkin duniaku tak terlalu menarik untuknya memberi kehangatan.
Ah sudahlah, toh bumi tetap berputar dan langit masih biru.
Hari ini hujan sepanjang hari, meski disela oleh terik matahari sesaat saja. Pertama kalinya aku menyeberang ke Pulau Lafau, yang hanya dihuni oleh kelapa dan kepompong, keduanya berbiak manja. Aku menatap wajah 23 manusia yang baru kutemui itu satu per satu, mengapa kalian di sini? mengapa kita bertemu? Hanya itu yg ingin kutanyakan, tp tak terucapkan. Melihat mereka berproses, ada sedih, ada kecewa, tapi ada harapan kalau mau berusaha. Kucoba telisik impian yang tanggal satu demi satu dari mata rekan-rekanku yang berjuang di sini, ah harapan janganlah pupus, masih dua purnama lagi waktu kita, mari berusaha sekuat tenaga, seniat hati ini mengayun langkah. Lihatlah 23 manusia itu, datang entah demi apa, tp selagi masih ada kata-kata untuk disampaikan mari kita teriakkan ke telinga mereka biar masuk sampai ke relung hatinya. Jangan menyerah, mari tinggalkan Nias dengan puas, itu saja inginku. Two fuckin' months to go, together we can do it, let's rock!
Hari ini kami ditempa: panas terik berganti-ganti dengan hujan, angin... mereka bilang badai, kubilang hujan angin --sekedar menghibur diri mengingat perjalanan pulang kami menyeberang laut lagi maka tak mau tahu aku tentang badai, kutulikan telingaku dan hanya hujan berangin lah yang kupercaya ada. Ah perahu nelayan terayun gelombang, aku ingat dia. Pergi-pulang, angin kencang, duduk di ujung depan kapal, berpegang erat pada jangkar karatan yg baru saja diangkat naik, ah indahnya kalau dia memang untukku. Ah!
Sebuah pesan, tersampaikan bersama doa, semoga kecewa takkan menciutkan, semoga luka takkan melemahkan. Memberanikan diri, meneguhkan hati, melempar tanya, menunggu sapaan. Jawaban sederhana tiba, berkelit membelit ngilu. Aku tersenyum pahit. Bernyanyi dalam senandung pujian. Berserah pada rencanaNya. Dan semua akan baik-baik saja.
Mari melupakan, pasrah dan bangkit berlari kembali mengejar matahari (yang entah di mana). Aku teringat secarik kartu bergambar dan untaian kalimat yang masih terselip di sela buku, biarkan saja, selayaknya surat ini tiada akan tersampaikan. A postcard from heaven will stay in heaven.
Senja terangkum sendu dalam satu simpul senyum.
luv,
-onk-
No comments:
Post a Comment