Tuesday, October 30, 2007

:: Denny & George, info gak penting sih... ::

Dear Luv,
(the new one, not the previous one)

I know that you know nothing about this, but I want to tell you that Denny & George does not exist in real life! Pdhal dku dah niat browse only to check what the scarves look like. Crap!

ps:
1. sempat gtu ngecek denny & george in the midst of interim and appeal?? hmm... sempat ngecek www.suamigila.com, blog kotakhitamputih and site B2W community juga wkqkwkw... ya ya ya ... little intermezo bolehlah.
2. I've made new email address for the sake of milist's load. Fiuh!
3. credit to Lickety Knit (www.licketyknit.com) for the pic :)

Gotta back to work!


luv,
-onk-

Wednesday, October 24, 2007

:: postcard from heaven ::




Lahewa, 23 Oktober 2007


Sepertinya angin tidak membawa pesanku pergi,
hujan kah yang memaksanya kembali?
Menggenang di pelupuk mimpi.
Tapi tersenyumlah,
aku masih ingin menatapmu, meski sia-sia rasaku.


Dear Luv,
(kenapa masih kulayangkan surat ini untukmu? Bukankah aku sudah berpamitan padamu?)

Apa kabar?
Sepenggal sapamu tertinggal di kotak pesan, the only word that calms my restless soul down, your simply "hey". Your magic word makes me missing you. Seperti kurindukan dia yang kini berhenti (mungkin) bersinar untukku. Bagaimana harus kukatakan, selain tersenyum pada beningnya embun pagi yang memantulkan sinarnya. Menangis pun percuma, matahari tdk lagi menyapa. Ah mungkin duniaku tak terlalu menarik untuknya memberi kehangatan.

Ah sudahlah, toh bumi tetap berputar dan langit masih biru.

Hari ini hujan sepanjang hari, meski disela oleh terik matahari sesaat saja. Pertama kalinya aku menyeberang ke Pulau Lafau, yang hanya dihuni oleh kelapa dan kepompong, keduanya berbiak manja. Aku menatap wajah 23 manusia yang baru kutemui itu satu per satu, mengapa kalian di sini? mengapa kita bertemu? Hanya itu yg ingin kutanyakan, tp tak terucapkan. Melihat mereka berproses, ada sedih, ada kecewa, tapi ada harapan kalau mau berusaha. Kucoba telisik impian yang tanggal satu demi satu dari mata rekan-rekanku yang berjuang di sini, ah harapan janganlah pupus, masih dua purnama lagi waktu kita, mari berusaha sekuat tenaga, seniat hati ini mengayun langkah. Lihatlah 23 manusia itu, datang entah demi apa, tp selagi masih ada kata-kata untuk disampaikan mari kita teriakkan ke telinga mereka biar masuk sampai ke relung hatinya. Jangan menyerah, mari tinggalkan Nias dengan puas, itu saja inginku. Two fuckin' months to go, together we can do it, let's rock!

Hari ini kami ditempa: panas terik berganti-ganti dengan hujan, angin... mereka bilang badai, kubilang hujan angin --sekedar menghibur diri mengingat perjalanan pulang kami menyeberang laut lagi maka tak mau tahu aku tentang badai, kutulikan telingaku dan hanya hujan berangin lah yang kupercaya ada. Ah perahu nelayan terayun gelombang, aku ingat dia. Pergi-pulang, angin kencang, duduk di ujung depan kapal, berpegang erat pada jangkar karatan yg baru saja diangkat naik, ah indahnya kalau dia memang untukku. Ah!

Sebuah pesan, tersampaikan bersama doa, semoga kecewa takkan menciutkan, semoga luka takkan melemahkan. Memberanikan diri, meneguhkan hati, melempar tanya, menunggu sapaan. Jawaban sederhana tiba, berkelit membelit ngilu. Aku tersenyum pahit. Bernyanyi dalam senandung pujian. Berserah pada rencanaNya. Dan semua akan baik-baik saja.

Mari melupakan, pasrah dan bangkit berlari kembali mengejar matahari (yang entah di mana). Aku teringat secarik kartu bergambar dan untaian kalimat yang masih terselip di sela buku, biarkan saja, selayaknya surat ini tiada akan tersampaikan.
A postcard from heaven will stay in heaven.


Senja terangkum sendu dalam satu simpul senyum.
luv,
-onk-

Wednesday, October 17, 2007

cinta menurut kita, bukan kata mereka: my last letter to you

October 16, 2007 -- Bak Air


Dear Luv,

Howdy?
Bagaimana Lebaran di Jogja tanpa keluarga?

Kok pesan dariku tdk kamu balas sih? Ah mungkin memang bola benang terakhir kita waktu itu. Jika benar begitu, dku tdk lagi bisa mengharapmu menemani malam-malam kesepianku. Tidak ada lagi aku di kelam langit malammu, tidak ada lagi pesanmu utkku tetap menjadi bintang. Baiklah, mungkin kamu bukan lagi Luv-ku dan mungkin surat-surat ini memang tidak akan pernah tersampaikan. Jika demikian, aku akan berhenti menulis ini untukmu.

Aku akan mengenangmu sebagai Luv, meski akan ada Luv yang lain, yg kepadanya akan kutuliskan segala ceritaku. Kepadanya akan kulayangkan rinduku. Kepadanya akan kulambungkan hatiku. Dia yang akan kusebut dalam setiap untaian doa. Mengingatnya dalam tiap tarikan berat-ringan nafas ini. Tiap langkah dan jejak akan menuju padanya. Dia yang belum pernah kuceritakan padamu. Dia adalah matahari ku yang baru, yang kukejar dan kutantang teriknya.

Luv, aku mencintaimu dengan sisa rasa ini, sesuai kesepakatan kita soal definisi "cinta". Baru kamu yg bisa membuatku keluar dari cangkang logika dan membuatku tak tahu jalan kembali. Baru kamu juga yang bisa meredakanku hanya dengan satu kata sapa, even the unutterable one but the way you look at me had calmed me down. But he, if he's truly the one, will leads me back to the way I am, settle me to the world where only logic and me blend with his love. Damn wish he's the one, I'll ask no more.

Terima kasih banyak atas kamu yang begitu baik mau mendengarku bercerita panjang lebar tentang segalanya. Meski kamu bukan lagi Luv, namun jika masih boleh kita menyandingkan lagi asam lemon tea milikmu dan frappucino milikku, keduanya hangat, akan kuceritakan matahari itu yang akan menjadi Luv yg baru untukku melayangkan surat ini. Kapan?

Dalam sepi hujan sore ini, belajar utk tdk terus-terusan kangen kamu.

Ich Liebe Dich!
-onk-

ps:
1. aku belajar kenal cinta dari kamu plus bonus sakit hatiku kala itu
2. aku belajar melepas cinta dari dia yang bagaimanapun membantuku mencintaimu secara berbeda, tepat di saat aku jatuh cinta lagi padamu.
3. dan kini aku jatuh cinta lagi, bukan padamu dan bukan pada dia yg pernah memintaku kembali, tapi pada matahari yang dingin.

Tuesday, October 9, 2007

kok masih kangen?

Bak Air -- October 08, 2007


Dear Luv,
Dear Matahariku,


Apa kabar?
Apakah sepi kalian bertemu sepiku?


Matahariku,
Ketika kangen aku menatapmu,
menantang terikmu.
Ketika sebalku datang, biar hujan mengaburkanmu
Biar saja, biar penuh bak airku.
Hingga aku punya cukup air untuk membasuh rindu.
Supaya tak terlalu sedihlah aku.
Karena kamu tidak peduli.
Diamkanku di sini,
di kala yang berbeda.

Dan biarkan kangen membunuhku pelahan
Kamu kejam, jika demikian.
Meski pedih, jeritan takkan kusampaikan.

... dan aku akan mencarimu Luv, untuk bercerita betapa matahari telah melukai.


kangen banget!
luv,

-onk-

Sunday, October 7, 2007

someday I'll find you, someday you'll find me too...




Bak Air -- October 07, 2007


Dear Luv,
Dear Matahari-ku,


Lonely
The path you have chosen
And restless road, no turning back
One day you will find your light again
Don't you know
Don't let go, be strong

Someday I'll find you
Someday you'll find me too
And when I hold you close
I'll know that is true

Follow you heart
Let your love lead through the darkness
Back to a place you once knew
I believe, I believe, I believe
In you

Follow your dreams
Be yourself, an angel of kindness
There's nothing that you can not do
I believe, I believe, I believe
In you.
--- credit to Il Divo's I Believe in You ---


Sebuah perjalanan selalu ingin kumaknai, seperti 4.5 bulan lalu saat kupikul ranselku kembali ke asalku mencintai jalan ini, meski jauh. Seorang teman memberiku lagu ini, "untukmu yang selalu gelisah", katanya. Dan aku tersenyum, melangkah ke kembali ke nadirku, di titik awal aku mengejar matahari.

...
Mutiara Hitam

Dengan gelisah aku mencoba mengintip ke jendela Merpati yang membawaku ke ufuk timur tempat matahari yang kurindukan terbit untuk merayakan detik penghabisan seperempat abad hidupku di sana. Dari kejauhan mulai tampak daratan berpasir putih dan berbukit-bukit muncul membatasi laut. Jantungku berdegup kencang. There, in the land where the sun rises, I'd like to thanking God for 25 years of my life, the land that I chose to be the start of this journey, where all reasons laid in the sands and within the smiles of its children and the beauty of its girls. I knew, when I looked at the beaches, dry rivers and hills, I've chosen the right dot to start this journey. And it was about the time to return to the beginning.

Aku seperti surat yang dibawa oleh Merpati Pos, di mana tertulis kerinduan dan harapan. Seperti layaknya surat, aku akan mencari yang telah lama tak dijumpai, menemukan hal baru bahwa yang lama telah berubah bahwa yang dulu ada mungkin kini tak ada lagi. Kuhirup napas dalam-dalam, menyesuaikan diri kembali dengan terik matahari, menetapkan tekad bahwa apapun yang kutemui takkan melukaiku.

Sepi... kering... panas, itulah yg kutemui. Tenda-tenda pengungsian masih berserak di beberapa sudut kota, kesedihan pertama untukku. Melangkah kembali di antara mereka yang tak lagi kukenal, mencoba tersenyum pada wajah-wajah keras yang kosong, aku mengeraskan hati. Di setiap jalan dan tikungan aku menangkap bayangku sendiri, 15 tahun lalu saat keceriaan bocahku menyusurinya. Dentang lonceng katedral membawaku kembali ke masa itu, ketika pantai dan lorong kota menjadi taman bermain yang ramah. Melangkah riang di antara patroli pasukan khusus dan bertemu polisi militer berhelm putih yang selalu tegap berdiri menemani setiap perempatan. Menonton kerusuhan dan melihat betapa senjata bisa demikian melukai. Mendengar tangisan dan ratapan kehilangan. Menutup mata terhadap kekejaman manusia atas manusia. Mendoakan yang telah tiada dalam setiap misa yg kuhadiri. Dan menjalani hidup seakan semua itu kejadian dalam role-playing-game di komputer yang biasa kumainkan. Tidak pernah kusangka, akhirnya dalam kembaliku ini, aku mendoakan mereka yang dulu kukenal. Mereka yang juga "kalah" dalam role-playing-game itu. Kesedihan kedua untukku.

"Temanmu sudah meninggal" kata Madre Fatinha pelan. "Bukan karena perang, tapi karena melahirkan". Aku terpaku dan menambah coretan pada daftar sahabat yang ingin kutemui. Akhir yang sama, sebab yg berbeda, karena situasi yang sama. Kemiskinan, keterbatasan, ketidaktahuan, keangkuhan, kemalasan dan entah apa lagi yang dapat kusebut but not freedom, definitely not. Dili-Same-Ainaro-Suai-Liquisa, mutiara-mutiara hitam yang berkilat indah tercecer menghiasi untaian rosario negara ini.

Selangkah demi selangkah, setengah negara kutapaki demi kerinduan yang memuncak. Terpuaskan meski diwarnai kesedihan. Aku memeluk erat setiap kenangan yang muncul kembali. Sehingga kelak jika aku kembali lagi, aku tidak akan susah payah mengejarnya di tanah yang mulai melupakan hadirku. Menyusur sisa semangat itu. Mencari jiwa yang pernah hidup. Masihkah bernafas dalam dunia yang sama? Seperti dulu kala cita tercipta. Menggelitik logika untuk tidak berpaling. Menantang rasa untuk bertualang bersama. Purnama telah pudar, aku masih mencari.

Someday I'll find you
Someday you'll find me too

Kututup usia 25 dengan bersujud di kaki Christo Rey, menceritakan dan mensyukuri setiap detik dan setiap langkah yang telah kuambil, tanpa terkecuali. Someday I'll come again to this land, to re-charge my energy, to remember the root of all the steps, to review all reasons laid in the sands. The journey will be continued.
...


Dan di sinilah aku, 4.5 bulan kemudian, di pulau terpencil yang berjarak entah berapa puluh atau ratus ribu kilometer dari asalku mengejar matahari, sebagai bagian dari rangkaian perjalananku.


Damn wish to have you by my side, enjoying this journey.

luv,
-onk-

Wednesday, October 3, 2007

kangen... (lagi)

Bak Air Tadah Hujan -- October 03, 2007


Dear Luv,
Dear Matahari-ku,


Apa kabar kalian?
Hope this letter finds you fit and fine, as cheerful as the last time I saw you. Change if you pleased, just gimme the right track so I can still find you when I get back.

Luv, kapan kita terakhir kali bertemu? Tiga atau empat bulan yang lalu? I remember still the way you looked at me. Benang kita yang terakhir kah waktu itu? Sehingga tak lagi aku bisa menikmati keheningan bersamamu. Langit malam terlalu pekat untukku sendirian menjadi bintang. Bagilah kembali riang itu untukku, meski sekedar tawa renyah yang jauh dan samar, karena tak lagi manis frappucino dan asam lemon tea hangat kita tersanding, tak ada lagi pahit Dji Sam Soe mu, tak ada lagi keasikan bertebaran dari halaman demi halaman buku yang kita raih dan jajaki, dan tak ada lagi denting gitarmu mengalun membawaku ke suatu petang di aula seribu jendela kita 5 tahun lalu. Lensamu dan lensaku telah memotret imajinasi yang berbeda, aku tahu itu. Aku hanya kangen, masih pantas kan? Kenapa kini kamu jauh, begitu jauh... sehingga jiwaku pun menjerit merindumu. Tidak banyak yang kupinta, hanya tawa renyahmu saja, untukku, sebagai sahabat jiwa gelisah ini, tidak lebih. Dan akan kuceritakan tentang matahariku. Dan ceritakanlah lagi padaku, tentang gadis itu. Bawalah aku terbang menembus awan logika dan ajarkan kembali tentang rasa. Jangan diamkan aku, sendiri dalam kegamangan rasa ini.

Nias begitu panas, sehingga aku semakin mengharap hujan. Demi kesejukan dan demi air yang sungguh kami butuhkan. Aku sudah mulai mengenalnya, setapak demi setapak menyusur lorong-lorongnya, menyapa penghuninya dan menghirup udara kering berdebunya. Bau amis dan asin bercampur dengan asap kendaraan. Tersenyum pada wajah-wajah lugu namun keras, berkutat dengan kehidupan pulau yang kering.

Tadi siang ada undangan dari Bappeda, ada focus group discussion katanya. Aku dengan semangat datang, kuajaklah Srinthil. Sampai di kantor Bappeda ternyata ruang rapatnya dipakai oleh rapat yang lain. Ya daripada bengong menunggu Godot ya pulanglah kami ke kantor. Memang gak jelas. Gak di Jogja, gak di Nias kok sama ya istiadat rapat gak jelas nya?

Matahariku, tetaplah baik seperti sekarang. Sehingga tidak terlalu sepilah hari-hariku. Entah sejak kapan aku mulai terbiasa denganmu. Sinar yang baru, dengan kehangatan yang memanja. Entah sampai kapan aku boleh menikmati kehangatanmu. Damn wish to have you as long as life allows. Dan aku mensyukuri keberadaanmu sangat. Hanya kadang gelisah bertanya, menelisik angan yang kepagian. Menggeliat enggan setiap subuh, menanti fajar merekah. Akankah matahari bersinar untukku hari ini?


Bersama keributan anjing tetangga dan riuh celoteh teman-teman, aku kangen kalian...


luv,
-onk-