Monday, May 22, 2006

[...] inspired by The Eternal Sunshine of the Spotless Mind

Dear Luv,


Have you ever wanted to forget one of the moments in your life?
If you have the chance, which of your memories you prefer to erase?

I was petrified as I asked myself, which memory of mine that I will prefer to erase? On my first thought, it's the memory of you I would like to forget. You, whose smiles greet my inner heart, move me to dance with tones I've never heard before, like chimes of distant bells. It's true, your love is just a chimera.

I hate to know that the memory of you remains, that I am not over you yet. I wanna stop remembering the way you look at me when you were simply saying “hey”; the way your touch melts me; the taste of dishes you cooked me on my birthday; all biggest warm hugs and gentlest kisses; and the memory of you sharing me the same dream of walking on the same path, struggling for the same will and living the same love. I don’t wanna be bothered again by the hope for having you again that is springing deep inside. I hate realizing you are the love I’ve ever had. I hate to admit how your voices calmed my anger down.

Having memories of you is hurt. I know, since I still remember every seconds of your existence; the words, the laughs, the fights, the tears, the touches, the love we learned to live from the time it was uttered ‘till you bade me adieu. You taught me how.

On my second thought, if I erase the memory of you, will I remember to love?

luv,

-onk

Thursday, May 11, 2006

mengejar matahari(ku) [ part 2 ]

Dear Luv,

Jogja masih menyimpan keraguan akan cuacanya, seakan mengalami krisis identitas cuaca apa yang akan diberikan untuk penghuni tersayang, apakah hujan, panas, atau apa? hawa panas dan sumuk membuat udara terasa menggantung lembab, sedangkan malam masih menggigit dengan dinginnya.


Aku masih berkutat dengan jiwa gelisahku yang entah kapan akan tenang, seperti angin yang terus meningkat intensitasnya menjadi badai. Pertanyaan demi pertanyaan muncul dan akhirnya berubah menjadi pernyataan atas jawaban yang tidak juga kudapat. Pikiranku yang melayang menembus imajinasi kekal tak disangka telah membantingku kuat-kuat ke tanah. Terlalu sakit untuk dirasakan tetapi terlalu indah untuk disadari bahwa ternyata aku masih bisa menginjak bumi.

Terkadang terbersit pikiran untuk melupakan mimpi yang satu dan mengejar mimpi yang lain, tapi siapakah yang akan memberitahuku yang mana yang harus kukejar? yang mana yang harus kupilih? yang mana yang akan membuatku lebih bermakna?

Bagaimana jika aku salah memilih? Karena aku tidak mungkin mengulang kembali fragmen yang telah dipentaskan.

Aku tidak bicara tentang idealisme atau status atau apapun yang bisa menjadi candu, prekk dengan semua itu. Yang kupedulikan cuma bagaimana meringankan hati, bagaimana mencari tawa yang dulu pernah kulepas, bagaimana meraih keceriaan kanak-kanak yang telah melesat jauh dari busurnya. Sebelum semuanya hilang tak tersisa, tercecer entah di bagian mana dari perjalanan ini. Aku tak ingin kembali, aku tak mungkin kembali, maka aku hanya bisa memilih jalan untuk mencarinya lagi. Mungkin aku menjatuhkannya ketika asyik berlari mengejarmu, mengejar impian-impianku, mengejar matahariku; mungkin tak sengaja tersangkut di dahan yang menyandungku dan membuatku lebih kuat menahan sakitnya; mungkin tercecer diantara serpihan remah anganku yang membantuku "hidup"; mungkin tertiup hembusan nafas yang menghela beban; mungkin terhapus oleh jejak langkahku sendiri; dan mungkin aku bahkan tak benar-benar memilikinya.

Aku masih menatap mega mendung di atas sana, bahkan Merapi yang akhir-akhir ini semakin angkuh menyatakan misterinya yang agung tak menampakkan keanggunannya. Aku sedang belajar memahami kembali jalan yang kupilih, ketika ada rasa rindu atas sesuatu yang semakin kabur.

Dan aku masih harus berlari mengejar matahari(ku).

luv,
-onk-