Monday, October 10, 2005

:: women ::

Dear Luv,
I just wanna share this with you, a piece of writing that comes out from my mind...

...
Woman is awesome... nope, she's more than words.
Delicate like flower but strong enough to move this world.
Why so?
This morning I went to Beringharjo market, and guess what I met a living portrait of Bu Bei (one of characters in Arswendo's Canting). For those ever read Canting will know who she is.
Anyway, gara-gara sebuah sesi di feminism school, dku jadi tambah yakin klo kesetaraan gender adalah perkara akses pertama-tama. tanpa akses tidak akan ada penyadaran, pendidikan, partisipasi apalagi kontrol. Feminism bukan sekedar melawan mengalahkan pria, not at all gals! it's not about defeating them. It's about how to make them realize that we must be equal in access to have awareness, to participate and to have control. IT'S ABOUT HOW TO ELIMINATE ANY DISCRIMINATION. Living portrait of Bu Bei di atas apakah berbeda dengan wanita karir di kantoran mewah? tidak, jika mereka sama-sama mengalami diskriminasi, tidak jika mereka sama-sama belom memiliki kontrol atas hidup mereka sendiri.

Kuota 30% yang diberikan bagi wanita untuk berpolitik di negara ini belum maksimal digunakan ketika kesetaraan gender baru pada tahap pemberian akses -itu pun belom merata -- dan secara instan kita diminta berpartisipasi sedangkan pendidikan penyadaran (tidak hanya dalam hal berpolitik) bagi kita baru saja dimulai, diperparah dengan kontrol yang masih belum berada di tangan kita.
Apa artinya bekerja setengah mati melawan ketidaksetaraan dengan menjadi wanita karir atau feminist atau aktivist namun tetap tidak tahu apa yang diperjuangkan?
Hidup adalah pilihan, ketika kita telah memiliki kontrol maka kita bisa memilih. Sayangnya, tidak semua wanita di negara kita tercinta ini telah sampai pada tahap itu, bahkan mereka pun belum sampai pada tahap terbukanya akses.

Wanita di negara ini baru mengenal apa itu kesetaraan gender, ketika jendela kami dibuka pada tahun 1974 dengan CEDAW --walo Ibu Kartini telah mendobrak celah sejak berpuluh tahun lalu-- jangankan berpolitik dalam Dewan, lha wong rapat RT saja hanya bapaknya yang ikut kok.

Kami sedang belajar merangkak keluar dari kungkungan kultur, tradisi, agama dan norma. Bantu kami dan jangan sirik ketika melihat kami mulai berjalan mencari keadilan. Bukan salah kami jika kami masih saja laku dalam perdagangan budak sampai abad ini. Bukan juga salah kami jika melalui rahim kamilah generasi sebuah bangsa diteruskan. Melainkan kebenaran kami bahwa kami sama istimewanya dengan kaum pria!