...get a star and kill her... (zeke and the popo)
Dear Luv,
Aku sedang ingin menulis, entah kenapa. Aku hanya ingin duduk dan menulis walaupun aku tidak tahu apa yang akan kutulis. Mungkin karena sedang menstrusasi aku cenderung memiliki keinginan yang aneh --berkeinginan keras menulis tanpa tahu apa yang akan ditulis menurutku adalah aneh, padahal ada tumpangan gratis and nyaman ke sistem berjarak 25 kilometer dari sini instead of nunggu 76.
Pertanyaan yang menarik dalam bahasan kuliah filsafat hari ini menggelitikku, sebagaimana dulu sering mengusik dan menjadi bahan yang menarik di sela-sela obrolan bodoh di lorong kampus beratus atau mungkin beribu kilometer dari sini: Apakah Tuhan ada?
Aku tidak bermaksud menjadi murtad dengan membahas eksistensiNya. Hanya sebuah pertanyaan yang "membutuhkan" perenungan, perdebatan hingga peperangan dan pemusnahan ras untuk menelisik jawabannya.
Baiklah, secara agama Tuhan itu ada, lalu bagaimana membuktikannya? Dan kemudian apakah perlu dibuktikan? Seperti batu yang akhirnya menjadi bintang, mengingkari bahwa mataharilah yang membuatnya bersinar.
Kekuatan sugesti yang besar di mana manusia yang lemah mencari kesempurnaan dan sandaran, mungkin sebuah jawaban yang tidak religius sama sekali. Tetapi, relasi personal dan pengalaman pribadi yang sulit diungkapkan melalui kata-kata adalah jawaban dari pertanyaan sederhana itu. Bagiku.
Dan aku percaya Tuhan itu ada, meskipun aku dapat memanggilNya, merasakanNya, berbincang denganNya dan mencintaiNya tidak selalu menggunakan kata Tuhan atau pernik rupa tata cara ibadah atau apapun yang dituliskan dalam kitab suci. Jangan pernah bertanya: Siapa Tuhanmu? karena Tuhanku adalah Tuhanmu yang tidak dapat didefinisikan dengan kata-kata dan tak tertangkap dengan logika. Aku rasa demikian.
... dalam sebuah sistem yang absurd aku meraba dan mencari jalan keluar... atau mungkin aku sudah di luar?
luv,
-onk-
Friday, September 19, 2008
:: ontologi absurd di suatu sore ::
Tuesday, September 9, 2008
am I lucky or simply deserve it?
Dear Luv,
As am sitting in this building, I realize that am part of a system, an educational system, a high educational system. As am sitting in this building and using its free and wireless internet access, I realize that am part of a high-cost educational system. Am I lucky or I deserve it?
Ada dua perbedaan besar antara being lucky dan deserve it yang seringkali tidak dianggap orang sebagai suatu masalah. Bagiku itu adalah sebuah masalah. I am lucky, karena aku punya kesempatan dan akses untuk duduk dan terlibat dalam sistem ini. I deserve it, karena aku berjuang keras untuk berada dan terlibat di sini. Lalu di mana masalahnya?
Bagi jutaan manusia berkualitas lainnya yang tidak seberuntung aku meskipun mereka deserve to be here, ini adalah sebuah masalah. Bukan suatu kesalahan kodrati ketika seseorang tidak memiliki keberuntungan meskipun mereka layak mendapatkannya. Ada sebuah sistem yang salah di sini. Ada sebuah sistem yang memunculkan jarak dan dinding pembatas yang kokoh. Ada sebuah sistem yang menghalangi kelancaran arus "keberuntungan dan kelayakan". Dan sistem itu harus diruntuhkan.
... dan aku merenung bersama mereka yang lucky enough to be here without knowing why we are damn lucky sambil menunggu 76 membawaku pulang ke sebuah sistem yang lain.
luv,
-onk-