Dear Luv,
It was a clear night. The air was fresh but pretty cold since the afternoon. We had fun since the day, Little Red was satisfy and happy, ketawa-ketiwi seakan kami adalah komedian paten.
Lalu datanglah kegelapan, dia mulai gelisah. Bukan, bukan karena gelapnya malam, karena lampu rumah menyala terang benderang dan boksnya pun memiliki penerangan tambahan sebagai penghangat seperti di penetasan telur -which is cenderung menyilaukan but he loves it so let it be lah.
Jam 8 malam Little Red bangun, lalu menyusu seperti biasa. Setelah nyusu dia main-main. Selalu minta diajakin ngobrol atau menyanyi. Pernah Omi usul supaya dia diperdengarkan siaran radio, siaran berita tepatnya, biar nambah wawasan sekalian. To be noted: Omi mengusulkan ini dengan nada serius. Si radio tua yang udah naik ke gudang pun turun tahta ke lantai kamar Little Red, kembali dihidupkan. Meskipun setelah dicoba itu radio uzur berbunyi, Little Red memilih siaran musik ketimbang berita. Oh well.
Sampai jam 9 malam Little Red mulai bosan dengan 2 penyiar kesayangan, Ayah dan Bunda. Mulutnya yang semula tersenyum mulai merapat dan garis lengkungnya mengarah ke bawah. Oh oh Little Red mulai merengek. Semula rengekan biasa kusumbat dengan puting susu. tapi kali ini ditolak mentah-mentah. Dicoba lagi kujejalkan ke mulut mungilnya, dan dengan ajaib kembali ditolak. Oh no! Ini pertanda buruk. Ayah menggendongnya sambil meninabobokan, semakin semangat kami bernyanyi semakin Little Red memberontak. Rengekan meningkat intensitasnya menjadi tangisan dan tidak sampai 3 menit naik derajat lagi menjadi jeritan pilu menyayat hati.
Ayah dan Bunda yang semula telah mendadak dangdut, rock, pop, blues, jazz dll demi menghibur hati ananda kini mendadak panik. Dengan kepercayaan diri yang tinggi dan rasa sotoy abis kuletakkan Little Red di kasur, kubuka semua bajunya dan kutepuk perutnya dengan jari, lalu terdengarlah: bung..bung... oh ah my little boy kembung. Keluarlah minyak sakti paduan antara boreh dan minyak telon. Kami gosokkan ke perut dan punggung bawahnya sambil kami pegangi jemari mungilnya.
Satu menit, lima menit masih menjerit memilukan. Sepuluh menit kemudian mulailah keluar si angin jahat bernama kentut. Ampun baunya, seperti telur busuk. Bunyi panjang dari telur-telur busuk yang satu demi satu keluar itu ternyata membawa kebahagiaan bagi my Little Red. Jeritan pilu menyayat hati serta merta berhenti. Tidak sampai 5 detik si ugal-ugil kembali tersenyum. Olala... Setelah puas memproduksi angin beraroma telur busuk my Little Red kemudian ingat bahwa ia haus. Kali ini tidak menolak kususui. Aah leganya... Little Red pun tertidur karena lelah dan kenyang.
Besoknya kala kami menjemur Little Red beberapa tetangga yang lewat bertanya, kenapa semalam menangis keras? Habis imunisasi ya? Susunya keluarnya sedikit ya? Kedinginan? Digigit semut atau nyamuk kali... dan berjuta pertanyaan lain yang serasa menjadikan kami tertuduh penganiaya bayi.
... and let our minds open, evolve and produce.
luv,
-onk-